Lonjakan Wisatawan Bikin Kota di Italia Ini Krisis Air Tak Berkesudahan

Lonjakan Wisatawan Bikin Kota di Italia Ini Krisis Air Tak Berkesudahan

Agrigento

Agrigento, sebuah kota bersejarah di Sicilia, saat ini sedang menghadapi krisis air yang parah, yang diperburuk oleh perubahan iklim dan meningkatnya jumlah wisatawan. Kekurangan air ini mengancam situs-situs bersejarah dan bisnis lokal yang ada di kota ini.

Situasi ini diperkirakan akan semakin memburuk seiring dengan terus bertambahnya jumlah wisatawan. Terletak di atas bukit di bagian barat daya Sicilia, kota ini telah lama berjuang dengan pasokan air yang tidak memadai.

Menurut laporan dari The Mirror pada Kamis, 9 Januari 2025, cadangan air utama disimpan dalam tangki, dan pasokan air diangkut menggunakan truk air. Namun, tantangan ini semakin diperberat oleh perubahan iklim dan kekeringan yang berkepanjangan.

Iklan

Gulir untuk melanjutkan konten

Pemasokan air di Agrigento bergantung pada aqueduct bawah tanah yang sudah tua, yang sering mengalami kebocoran. Meskipun pihak berwenang telah merencanakan perbaikan sistem air sejak tahun 2011, hingga kini belum ada tindakan konkret yang diambil.

Pada bulan Mei 2024, pemerintah Italia mengalokasikan €20 juta (sekitar IDR 340 miliar) untuk membeli truk air dan mengebor sumur baru di Sicilia; namun, hanya sekitar 17% dari pekerjaan ini yang selesai pada bulan Juli 2024.

Seperti yang dilaporkan oleh Fodor’s, kekurangan air juga mengancam situs-situs bersejarah Agrigento, termasuk Lembah Kuil, yang merupakan lanskap pertanian penting di daerah tersebut. Kekeringan yang berkepanjangan berisiko merusak atau mengubah kondisi situs-situs ini.

Selain itu, kelangkaan air telah memaksa beberapa bisnis untuk tutup, dan banyak rumah tangga mulai menyimpan air dalam wadah untuk kebutuhan sehari-hari seperti memasak dan mencuci. Beberapa hotel kecil dan wisma berjuang untuk menyediakan air yang cukup bagi tamu mereka.

Selama bulan-bulan musim panas, situasinya semakin memburuk, dengan beberapa akomodasi membatasi pemesanan karena ketidakmampuan untuk menjamin pasokan air yang cukup untuk kebutuhan penting seperti toilet.

Seorang pemilik properti di kota tersebut mengungkapkan bahwa mereka terpaksa memasang dua tangki air, karena satu tangki tidak lagi mencukupi. Jika kondisi ini berlanjut, mereka berencana untuk menutup properti dan membatalkan semua reservasi.

Beberapa hotel juga telah menginstal aerator pada keran untuk mengurangi aliran air di wastafel dan toilet. Pemerintah setempat telah merancang beberapa inisiatif untuk mengatasi masalah ini, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.

Inisiatif tersebut termasuk mengaktifkan kembali sumur-sumur yang tidak terpakai, memelihara bendungan, dan membangun pabrik desalinasi baru. Penelitian terbaru juga menemukan cadangan air bawah tanah yang akan dieksplorasi lebih lanjut.

Di kenyataannya, Agrigento telah mengalami kekeringan parah selama 30 tahun terakhir, dan situasi ini hanya semakin intensif. Pada bulan Februari 2024, pemerintah mendeklarasikan keadaan darurat air yang akan tetap berlaku hingga akhir tahun.

Sepanjang musim panas, penjatahan air diberlakukan, dan beberapa penduduk harus mengurangi konsumsi air hingga 45%. Pada bulan Agustus, protes publik meletus akibat ketidakpuasan terhadap kebijakan ini.

Serikat pekerja dan otoritas gereja (Cartello Sociale) menyatakan bahwa situasi air di kota ini semakin tidak berkelanjutan, dengan gangguan layanan yang sering terjadi dan distribusi yang tidak merata.

Bagi Agrigento, yang ekonominya sangat bergantung pada pariwisata, para pejabat enggan untuk membatasi jumlah pengunjung. Namun, semakin banyak wisatawan yang datang memberikan tekanan yang lebih besar pada sistem air kota.

Profesor perencanaan kota di Universitas Palermo, Giuseppe Abbate, memperingatkan bahwa jika kekeringan dan krisis air terus berlanjut, acara besar seperti Agrigento Cultural Capital 2025, yang diharapkan menarik banyak wisatawan domestik dan internasional, dapat menghadapi tantangan serius.

“Jika kekeringan dan keadaan darurat air berlanjut, jelas bahwa ini bisa menimbulkan masalah besar bagi acara seperti Agrigento Cultural Capital 2025, yang akan menarik banyak pengunjung dari dalam maupun luar negeri,” kata Abbate.

(upd/fem)

Artikel ini juga bisa dibaca di anomsuryaputra.id.