Jakarta –
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memberikan tanggapan mengenai insiden yang melibatkan Gubernur Bengkulu, Rohidin Mersyah, yang terlihat mengenakan rompi polisi lalu lintas saat menjalani pemeriksaan di Bengkulu. KPK menyebut tindakan tersebut sebagai langkah untuk menyamarkan identitasnya, mengingat banyaknya massa yang berkumpul untuk melakukan aksi demonstrasi.
Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu, menjelaskan bahwa saat pemeriksaan berlangsung, banyak simpatisan Rohidin yang hadir di lokasi. Hal ini menyebabkan penyidik yang berada di tempat berkoordinasi dengan aparat kepolisian untuk menjamin keselamatan mereka.
“Setibanya di sana, pemeriksaan berlangsung hingga pagi hari. Namun, pada pagi itu, banyak simpatisan dari saudara RM berkumpul dan mengepung polrestabes. Dengan mempertimbangkan keamanan, kami mencari berbagai solusi,” ungkap Asep dalam konferensi pers di gedung KPK, Jakarta, Minggu (24/11/2024).
“Kami perlu menjaga situasi agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, seperti pengambilan oleh para demonstran,” tambahnya.
Asep juga menambahkan bahwa Rohidin adalah sosok yang paling dicari oleh massa. Oleh karena itu, rompi polisi lalu lintas dipinjamkan sebagai langkah untuk menyamarkannya demi keamanan.
“Yang paling dicari adalah Pak RM. Jadi, rompi tersebut dipinjamkan sebagai langkah kamuflase agar ia tidak menjadi target para pengunjuk rasa. Ini hanya dilakukan saat keluar, bukan selama proses pemeriksaan,” ujarnya.
Dalam video yang beredar, terlihat Rohidin mengenakan rompi polantas berwarna hijau cerah ketika berada di Bengkulu dan bersiap untuk dibawa KPK ke Jakarta.
Dalam perkembangan kasus ini, KPK telah menetapkan tiga orang sebagai tersangka, yaitu Rohidin Mersyah (RM), Sekretaris Daerah Provinsi Bengkulu, Isnan Fajri (IF), dan Anca (AC), ajudan Gubernur Bengkulu.
Sebagai bagian dari penyidikan, KPK menyita uang tunai sebesar Rp 7 miliar dalam tiga mata uang yang berbeda. Penemuan uang ini dilakukan di beberapa lokasi, termasuk di rumah dan kendaraan.
“Kami menemukan catatan penerimaan dan penyaluran uang tunai sebesar Rp 32,5 juta di mobil saudara SD. Selain itu, ada uang tunai sebesar Rp 120 juta di rumah saudara FEP,” jelas Alexander Marwata dalam konferensi pers di gedung KPK, Jakarta, Minggu (24/11/2024).
“Ada juga uang tunai sebesar Rp 370 juta yang ditemukan di mobil saudara RM,” tambahnya.
Lebih lanjut, KPK juga menemukan uang dalam bentuk Dolar Amerika dan Dolar Singapura.
“Catatan penerimaan dan penyaluran uang menunjukkan total sekitar Rp 6,5 miliar dalam mata uang Rupiah, Dollar Amerika, dan Dollar Singapura di rumah dan mobil saudara EV,” terangnya.
Total uang yang berhasil diamankan oleh KPK dalam kasus ini mencapai Rp 7 miliar, terdiri dari tiga jenis mata uang.
“Dengan demikian, total uang yang disita dalam operasi tangkap tangan ini mencapai sekitar Rp 7 miliar dalam Rupiah, Dollar Amerika, dan Dollar Singapura,” tutupnya.
(ial/aik)